Posted by : Unknown Selasa, 20 Oktober 2009

"Begitu indah kau tercipta bagi
Rama...
Begitu anggun kau terlahir sebagai Shinta...
Kau terindah yang pernahku cintai...
Tapi tak bisa aku miliki..."
Hijau daun - dewi


Yati. Wanita yang punya seribu pesona dari wajahnya. Kenapa tidak? Yati, si putih bersih jelita wajahnya bagai oase gurun pasir. Siapapun lelaki yang melihat wajahnya dalam panas, maka segarlah hatinya. Ialah magnet cinta pria yang tak bisa terungguli. Wanita seribu senyum, seribu manis dan anggun.
"Hei Yati, sedang apakah kau disini?" tanyaku.
"Kekasih, aku menunggu kekasih." katanya sejuk.
"Siapakah lelaki beruntung pemilik hatimu yang mahal itu?"
"Ia adalah pecinta kelas atas." jawabnya.Aku tertarik, tapi aku jauh - jauh saja. Aku menunggu siapa kekasihnya itu. Nikmat dan santai melihatnya di seberang jalan sana. Dia adu tinggi dengan tiang jalanan. Tapi kalah jauh. Dia tenang disana. Tersenyum beku. Dingin sekali. Dia setia menanti kekasihnya. Dari pagi kicau burung sampai menjelang terik matahari pudar. Wanita beribu pesona yang malu - malu menunggu sepanjang waktu. Membiarkanku dengan gratis memandanginya dari kejauhan.


Esok tiba dan kutemani dia. Wajahnya masih penyejuk, aku terhasut oleh itu. Ku ajak ia duduk di kursi taman samping jalan itu. Ia tersenyum padaku dan penuh arti. Aku heran kenapa ia rela menunggu kekasihnya dalam terik. Dia pasti punya sejuta cinta pada kekasihnya dan itu mungkin sangat tulus. Aku iri sekali.
Tak ada yang sebetah itu menunggu. Mungkin pasangan lain yang pernah menunggu disana tak punya cinta sebelangga. Sehingga sehari saja seorang wanita tanpa sejuta cinta akan mencari lelaki lain dalam daftar kedua. Mencampakan si pertama dan hancurlah cinta. Tapi tidak bagi Yati. Karena Yati penuh cinta.
"Yati, kapankah kekasihmu akan pulang?" ujarku.
"Entahlah, yang pasti, hatiku ini merasakan hatinya yang tulus berjejal cinta itu semakin hari semakin dekat. Dan aku percaya dia akan kembali." jawabnya.
"Itu tak mungkin. Kau pasti bercanda."
"Dia pecinta kelas atas. Dan akupun juga. Dia pecintaku, jadi aku tahu dirinya!"

Sebenak kecewa aku padanya. Bahwa ia pemilik cinta yang bersatu dengan seseorang. Aku kecewa karena aku juga menginginkannya. Aku menemaninya saja sudah membuat hatiku berdebar. Aku bertanya - tanya siapa kekasih itu. Siapa lelaki itu. Apakah ia tampan sedunia. Tampankah pula hatinya? Kemana ia? Kenapa tega ia meninggalkan Yati si oase gurun pasir itu? Bagaimana bisa ia menjadi kekasih Yati? Siapa dia?
Hari ketiga di jam yang sama. Yati disana dan aku terpancing menemaninya. Ia tetap bugar. Terlihat jelas dari kulitnya yang putih bersih. Kusodori ia semangkuk bubur untuk sekedar makan siang. Ia menerima dan tersenyum. Masih seperti pertama menunggu. Hatinya benar - benar berlumur cinta. Ia tetap sama dan tetap setia. Tak sebersitpun wajah kecewa dari matanya. Ia benar - benar wanita yang sesungguhnya.
"Yati, apakah cinta kekasihmu itu kau rasakan sudah dekat?"
"Benar, dia memang semakin dekat." jawabnya.
"Kenapa kau seyakin itu? Itu mungkin perasaanmu saja!"
"Diamlah dan tunggu saja!" perintahnya lembut.
"Bagaimana aku bisa diam kalau kau percaya takhayul seperti itu."
"Kau tak mengerti teman." katanya.

Benar. Hari keempat, kelima, keenam, hingga satu, dua, tiga minggu, satu bulan sama saja. Kekasih itu tak kunjung datang. Dalam rentang waktu itu ia tetap sama. Tetap dengan hatinya dan perkataannya itu. Ia masih percaya pada takhayul itu. Tiap kali aku mengomentarinya dia tetap diam saja. Terkadang ku ajak ia bercanda agar sedikit hatinya tertawa. Satu bulan, selama satu bulan penuh. Waktu yang cukup untuk menanam cinta. Dan ini, tak pernah kuharapkan.

Aku tak habis fikir dengan wanita itu. Dia punya segala keindahan wanita. Bisa - bisanya ia hanya menunggu kekasih yang entah kemana. Mungkin saja pria itu menggandeng wanita lain disana lalu hidup bahagia. Meninggalkan Yati sendiri. Mungkin saja, pria itu tewas karena bencana atau kehabisan uang lalu menggembel disana.

Hari - hari kemudian menjadi puncak percek - cokanku dengannya. Ia tetap pada pendiriannya dengan pecinta kelas atas itu. Persetan. Yati, dia tak pernah sadar bahwa aku selalu bersamanya. Aku selalu ada untuknya, selalu menghiburnya di saat ia menunggu. Aku memperhatikannya. Semakin hari semakin dalam. Kenapa ia tak merasakan hal itu. Cinta sudah membutakan hatinya. Satu bulan lebih menunggu hasilnya nol besar. Wanita itu hanya menunggu angin.

Mengapa dia tak tau perasaanku? Perasaan yang telah kupendam sembari menemaninya menunggu. Dalam dan teramat dalam. Begitu nyata, tapi kenapa ia tak tersentuh untuk sekali saja. Ia tak berniat sekalipun untuk berubah pikiran. Atau jangan - jangan...

Pagi satu hari setelah satu bulan menunggu. Ia menangis kali ini. Sedih, sedih sekali. Ku mencoba mendekatinya.
"Kenapa kau menangis Yati?" ibaku.
Tak ada jawaban. Ia masih menangis dan tiba - tiba mengusap air matanya cepat - cepat. Kata - kata pun terlontar dari bibirnya yang menggigil itu.
"Aku minta maaf. Aku akan menyakiti hatimu. Dalam, dalam sekali. Hari ini kekasihku akan datang. Aku minta maaf."
"Apa maksudmu?" tanyaku penuh heran.
"Terimakasih atas kesediaanmu menemaniku. Sudah kubilang aku punya kekasih. Kenapa kau masih menemaniku?" ia tersendat - sendat.
"Karena aku, aku pantang menyerah. Itu, kau tau itu kan?"
"Maafkan aku telah membiarkanmu mengenalku. Ku kira kau akan menyerah di hari - hari itu. Maaf, karena ia akan datang." ia semakin pintar menangis dan itu menyakitkan.
"Aku akan menikah." setelah mengucap kata itu ia berlari menjauh. Ia gapai seorang lelaki disana yang baru saja turun dari bus. Lelaki yang benar - benar kukenal. Lelaki pemilik cinta si oase gurun pasir. Lelaki pecinta kelas atas. Tak lain dan tak bukan. Sahabatku.

{ 2 komentar... read them below or Comment }

Telegram

Popular Post

- Copyright © The21ers -kebomarcuet- Powered by Blogger -